Manusia mempunyai komponen dalam menjaga keseimbangan energi dan keseimbangan suhu tubuh pada kisaran 37,0 ± 2°C, diantaranya adalah hipotalamus, asupan makanan, kelenjar keringat, pembuluh darah kulit dan otot rangka. Pemakaian energi oleh tubuh menghasilkan panas yang penting dalam pengaturan suhu tubuh. Manusia dapat hidup di beberapa wilayah dengan suhu yang berbeda, oleh karena itu mereka harus terus-menerus mengatur panas internal untuk mempertahankan suhu tubuh, karena kecepatan reaksi kimia sel bergantung pada suhu tubuh. Panas yang berlebihan dapat merusak protein sel (Sherwood, 1996).
(a) | (b) |
Gambar 5. Reseptor suhu (a) dan Pengaturan panas di dalam tubuh (b) |
Hipotalamus adalah bagian yang sangat peka, yang merupakan pusat integrasi utama untuk memelihara keseimbangan energi dan suhu tubuh. Hipotalamus berfungsi sebagai termostat tubuh, dengan menerima informasi dari berbagai bagian tubuh di kulit. Penyesuaian dikoordinasi dengan sangat rumit dalam mekanisme penambahan dan pengurangan suhu sesuai dengan keperluan untuk mengorekasi setiap penyimpangan suhu inti dari nilai patokan normal. Hipotalamus mampu berespon terhadap perubahan suhu darah sekecil 0,01ºC (Sherwood, 1996).
Hipotalamus terus-menerus mendapat informasi mengenai suhu kulit dan suhu inti melalui reseptor khusus yang peka terhadap suhu yang disebut termoreseptor (reseptor hangat, dingin dan nyeri di perifer). Reseptor suhu sangat aktif selama perubahan temperatur. Sensasi suhu primer diadaptasi dengan sangat cepat. Suhu inti dipantau oleh termoreseptor sentral yang terletak di hipotalamus serta di susunan syaraf pusat dan organ abdomen (Sherwood, 1996).
Di hipotalamus diketahui terdapat 2 pusat pengaturan suhu, yaitu di regio posterior dan anteror. Regio posterior diaktifkan oleh suhu dingin dan kemudian memicu refleks yang memperantarai produksi panas dan konservasi panas. Sedang, regio anterior yang diaktifkan oleh rasa hangat, memicu refleks yang memperantarai pengurangan panas.
Mekanisme Kehilangan panas
Tubuh akan kehilangan panas melalui mekanisme (1) radiation (60%), (2) konduksi (10-15%), (3) konveksi, dan (4) evaporasi/penguapan air (20-27%). Kehilangan panas melalui keluarnya cairan tubuh terjadi melalui (1) Evaporasi air dari kulit, proporsi kehilangan panas 20-27% (±7300-9700 kJ per jam), (3) Perspirasi, antara lain melalui kulit/Transepidermal water loss (TEWL), (± 400-500 g/hr pada dewasa muda dalam temperatur kamar) ± 970—1210 kJ ketika terjadi evaporasi lengkap. Sedang, kehilangan panas melalui respirasi (1-2% atau 200 g/hr dalam keadaan istirahat). Pada suhu dingin, kerja keras berguna untuk meningkatkan suhu dan kelembaban tubuh. Kehilangan panas dapat mencapai > 20-25%. Sedang melalui respirasi, tubuh akan kehilangan air mencapai 8-12 L/mnt sampai 50—60 l/min. Pakaian dapat menghambat evaporasi melalui kulit.
Refleks pengaturan suhu
Perubahan suhu tubuh dideteksi oleh 2 jenis reseptor, yaitu oleh (1) termoreseptor di kulit (peripheral thermoreceptors) dan (2) termoreseptor sentral di hipotalamus, korda spinalis, dll. (central thermoreceptors). Termoreseptor sentral memiliki umpan balik negatif esensial untuk mempertahankan suhu inti sedang termoreseptor periper berfungsi menghantar sinyal ke pusat integrasi dingin di hipotalamus. Hipotalamus melayani seluruh refleks integrasi suhu dan mengirimkan sinyal kembali melalui saraf simpatis autonom ke kelenjar keringat, pembuluh darah kulit, kelenjar adrenalis, dan melalui neuron motoris pada otot skeletal.
(a) | (b) |
Gambar 6. Sistem regulasi suhu di seluruh tubuh (a) dan di kulit (b) |
Perubahan aktivitas otot merupakan kontrol produksi panas utama dan menurunkan suhu inti. Pada suhu panas, tubuh akan mengurangi gerakan otot, sedang pada suhu dingin, akan terjadi stimulasi pada gerakan otot yang disebut dengan menggigil (rhythmical muscle contractions/ shivering thermogenesis).
Produksi panas dapat meningkat dan menurun, bahkan dapat meningkat sampai 15-20 kali BMR melalui aktivitas saraf autonomik atau muskular. Sedang, temperatur tubuh dapat meningkatkan BMR 10-15% (Ganong, 1997; dll). Produksi panas pada basal metabolic rate (rata-rata BMR pada dewasa muda adalah 75-110W) dan kerja fisik (otot). Liver dan organ dalam abdominal menghasilkan 50% BMR, otak dan susunan saraf pusat 15-20%, Jantung dan sistem sirkulasi 10% dan pada otot yang istirahat 20-25%.
Efek aktivitas otot pada BMR (Basal Metabolisme Rate) pria dewasa
- Istirahat : BMR 75—110W
- Peningkatan tonus otot : BMR 150—200W
- Menggigil : BMR 200—500W
- Bekerja agak keras : BMR 400W
- Bekerja keras : BMR 600—800W
- Olahraga berat dalam waktu pendek atau mencapai: BMR > 2 000W
- 1. Suhu Lingkungan,
- Produksi suhu karena makanan – Makan dan makan makanan yang kaya protein akan menghasilkan peningkatan produksi panas.
- Aktivitas otot – aktivitas otot akan meningkatkan
kontraksi otot. Selama bergerak atau berolahraga atau menggigil, akan
menstimulasi peningkatan BMR.
- Regulasi Penyimpanan Energi total tubuh
Berat badan diregulasi oleh kalori yang masuk dengan energi yang terpakai.
- Kontrol asupan makanan – pengaturan asupan makanan dapat dipengaruhi oleh hormon leptin yang terdapat pada jaringan lemak. Hormon ini akan merangsang hipotalamus untuk mengurangi asupan makanan dengan menghambat pelepasan neuropeptida yang merangsang makan. Hormon leptin penting untuk kontrol jangka panjang. Sedang kontrol jangka pendek diatur oleh bermacam-macam sinyal seperti hormon insulin, suhu tubuh, jumlah makanan yang berada di GIT.
- Kelebihan berat badan dan Obesitas – penurunan kalori dari asupan makanan akan menurunkan kecepatan metabolisme sehingga dapat menurunkan kehilangan berat badan, sebaliknya dengan berolahraga akan mengatur set poin penurunan penyimpanan lemak.
- Gangguan Konsumsi Makan - Anorexia nervosa
adalah keadaan patologis akibat takut berat badan bertambah sehingga
mengurangi jumlah makan. Keadaan ini akan mengakibatkan penurunan
tekanan darah, turunnya suhu tubuh, dan perubahan sekresi hormon dan
dalam keadaan tertentu dapat menyebabkan kematian; dan Bulemia
yaitu keadaan patologis akibat takut berat badan bertambah dan berusaha
mengurangi asupan makanan. Namun, keadaan ini mengakibatkan orang yang
bersangkutan akan mengalami periode ingin makan banyak secara
berulang-ulang sehingga mengakibatkan banyak ingin muntah, sering BAK
(buang air kecil) dan BAB (buang air besar), dan olahraga.
- Tinggi, berat dan luas permukaan tubuh,
- Jenis kelamin dan umur,
Transfer Panas
Transfer panas terjadi melalui (1) radiasi, (2) konveksi, (3) konduksi, (4) evaporasi (Parsons 1993, Elias & Jackson 1996, Ganong 1997). BAK dan BAB dapat menurunkan suhu ± 1%. Panas inti ditransfer dari jaringan tubuh ke permukaan kulit melalui sirkulasi darah dan penghantaran panas jaringan (tissue conductance).
Kontrol Kehilangan panas melalui radiasi dan konduksi
Kulit merupakan bagian tubuh yang efektif sebagai insulator pada kontrol fisiologis, melalui perubahan aliran darah di kulit. Semakin banyak aliran darah ke kulit maka akan semakin kecil perbedaan dengan suhu lingkugan. Jika, kapasitas pembuluh darah ke kulit berkurang penghantaran panas ke perifer semakin kecil, sehingga pengeluaran panas ke lingkungan dapat semakin kecil juga. Vasokonstriktor karena rangsangan simpatis, akan terinervasi karena suhu dingin dan akan meningkat ketika suhu meningkat.
Sedang mekanisme perubahan perilaku, seperti tubuh melingkar/mlungker ketika suhu dingin, akan mengurangi luar permukaan yang terpapar suhu lingkungan yang dingin, dengan demikian akan menurunkan pembebasan panas tubuh ke lingkungan (melalui reaksi radiasi dan konduksi) dan menurunkan hantaran suhu lingkungan ke dalam tubuh. Demikian juga sebaliknya.
Kontrol kehilangan panas melalui Evaporasi
Kehilangan air melalui kulit, kelenjar keringat, dan jalan pernafasan juga dapat bermanfaat untuk meningkatkan pembebasan panas.
Integrasi mekanisme efektor
Suhu lingkungan yang dapat ditoleransi oleh tubuh melalui vasokonstriksi dan vasodilatasi di kulit saja saja disebut dengan thermoneutral zone. Di bawah atau di atas zona ini tubuh masing-masing harus meningkatkan produksi panas atau meningkatkan pengeluaran panas.
Aklimatisasi Suhu
Perubahan keringat, baik dalam volume dan komposisi ditentukan adaptasi terhadap kenaikan temperatur. Sodium yang hilang keringat akan berkurang karena peningkatan reabsorbsi akibat sekresi aldosteron.
Tabel 1. Mekanisme efektor terhadap regulasi suhu
STIMULASI DINGIN | |
Penurunan kehilangan panas |
|
Peningkatan produksi panas |
|
Adaptasi Autonomik toleransi dingin |
|
STIMULASI PANAS | |
Peningkatan kehilangan panas |
|
Penurunan produksi panas |
|
(a) | (b) |
Gambar 7. Transfer suhu dingin di seluruh tubuh (a) dan area sensitive dingin di wajah |
Demam dan hipertermia
Demam adalah peningkatan suhu tubuh karena pengaturan ulang termostat di hipotalamus. Suhu tubuh selalu diusahakan untuk dipertahankan. Pada umumnya, demam disebabkan oleh infeksi dan stres. Pengaturan termostat tubuh akan menimbulkan sensasi dingin di seluruh tubuh, yang kadang akan menunjukkan kedinginan dan menggigil. Jika rekaman dalam termostat dihentikan, maka demam akan berhenti dan tubuh akan merasa hangat kembali.
Termostat dapat dihentikan oleh biochemical messengers, yang disebut endogenous pyrogen (EP), yang terdiri dari interleukin (IL-1 dan IL-6) yang dikeluarkan dari makrofag, yang diaktivasi oleh hipotalamus. Stimulasi peningkatan suhu tubuh ditimbulkan oleh infeksi dan olahraga.
Peningkatan produksi panas tubuh akan mengakibatkan peningkatan konsumsi oksigen, produksi karbon dioksida dan peningkatan curah jantung. Jika terjadi peningkatan suhu tubuh maka konsumsi oksigen ke otak akan menurun, akibat terjadinya peningkatan konsumsi oksigen pada organ lain tentunya akan menyebabkan iskemik yang meluas.
Menurut Molton (2005), respon tubuh terhadap hipertermi seperti demam dan terjadinya peningkatan aliran darah ke otak dapat mengakibatkan peningkatan tekanan intra-kranial (TIK). Peningkatan tekanan intra-kranial sering menyebabkan kematian. Untuk itu, perlu sekali dilakukan kontrol terhadap peningkatan suhu untuk menghindari peningkatan tekanan intra kranial dan perluasan area iskemik.
Manfaat menurunkan suhu inti untuk menghindari kerusakan yang luas dan komplikasi pada otak. Menurut Dr. Ginsberg, variasi temperature sangat erat kaitannya dengan injuri neuronal meliputi penurunan pengeluaran glutamate, mekanisme radikal bebas, depolarisasi iskemik, dan aktifitas kinase, terjaganya aliran darah ke otak dan sitoskeleton, serta penekanan mekanisme inflamasi. Berdasarkan hasil penelitian, penurunan suhu dapat meningkatkan kadar glutamate dan menghindari perluasan iskemik dengan adanya hidroksil radikal.
Menurut Steiner, penurunan temperature otak dapat dilakukan dengan menurunkan suhu kulit atau suhu sentral/inti. Meskipun target dan lamanya pendinginan masih diperdebatkan tetapi terapi hipotermi sangat mudah dilakukan dan aman. Penurunan suhu permukaan atau suhu kulit dapat dilakukan dengan memberikan alkohol (+air), selimut pendingin dan matras pendingin. Metode ini dapat dilakukan selama 3,5-6,5 jam untuk menurunkan suhu inti sampai 32ºC.
Heat Exhaustion dan Heat Stroke
Panas yang hebat (Heat Exhaustion) dapat menyebabkan kolaps karena hipotensi, akibat (1) penurunan volume plasma darah akibat semakin besarnya volume pengeluaran keringat, sehingga akan menurunkan CO jantung; dan (2) dilatasi berlebih pada pembuluh darah kulit sehingga menurunkan resistensi perifer. Sedang, serangan panas (heat stroke) akan menyebabkan rusaknya sistem regulasi panas di otak, sehingga suhu tubuh menjadi semakin panas. Hal ini akan mengakibatkan umpan balik positif, yang mengakibatkan semakin meningkatnya suhu tubuh, meningkatnya metabolisme tubuh dan produksi panas yang terus berlangsung. Keadaan ini akan menunjukkan gejala kolaps, tidak sadar, delirium, seizures. Serangan ini diakibatkan oleh overesktensi panas lingkungan.
Bermanfaat bangett buat tugas anak SD ^^
BalasHapusthanks ya infonya !!!
BalasHapuswww.bisnistiket.co.id